Oleh: H.Agususanto,Lc.,S.S.,M.H
(Pembina Shigor Bengkulu)
Pernahkah ayah dan bunda menemukan Nilai 1 pada raport anak-anak ?
Pernah terbayangkah apabila satu kelas dengan jumlah siswa sebanyak 40 orang dan semuanya dinyatakan tidak naik kelas keseluruhannya ?
Pernahkah ayah bunda melihat ijazah yang sudah dicetak dan berhak diberikan kepada peserta didik, namun dirobek begitu saja karena ada kesalahan sang anak yang dipandang tak pantas menerima ijazah tersebut ?
Ayah bunda akan menemukan itu semua di GONTOR !
Sejak berdirinya Gontor 1926, Gontor tidak pernah menjanjikan Ijazah kepada siapapun, apakah Gontor kekurangan Santri ?
Trimurti Pernah berpesan “Sekolah yang mencari murid tidak akan pernah menjadi sekolah yang besar dan tidak akan menghasilkan orang-orang besar” banyak dan tidaknya Santri, yang mau belajar di Gontor tidak pernah mempengaruhi semangat Gontor untuk mendidik dan mengajarkan santri-santrinya
Malukah Gontor memiliki santri yang mendapatkan Nilai 1, tidakkah berpengaruh kepada akreditasi Gontor apabila banyak santrinya yang tidak naik kelas ?
Ayah dan bunda, bagi Gontor bukanlah kegagalan ketika santrinya mendapatkan nilai 1 bahkan tidak naik kelas sekalipun, karena dibalik itulah ada pendidikan yang luar biasa bagi sang anak, yang akan tertanam dan melekat pada dirinya yang tak mampu dibeli dengan apapun
Bahkan dari survey Harvard University dengan ribuan pekerja yang sukses di karirnya diambil kesimpulan ternyata 90% orang sukses itu dengan 3 poin besar:
1. Mampu berkomunikasi
2. Kejujuran
3. Mampu bersosialisasi
Dan hanya 10% yang sukses karena masalah teknis yakni yang menguasai bidangnya.
Nilai-nilai inilah yang tanpa disadari mengkristal dalam diri setiap anak didik di Gontor
Walau tanpa Ijazah, Mereka tetap akan memberi manfaat kepada siapapun
Walau pernah gagal naik kelas, mereka mampu bersaing dengan sang juara sekalipun
Walaupun sederet angka satu di Raport, mereka tetap mampu mengukir nilai-nilai sempurna dalam keseharian hidup Mereka
Ayah dan bunda, berbanggalah yang sudah menemukan oase di tengah gersangnya pendidikan penuh kepura-puraan di negeri tercinta ini
Ayah bunda tinggal bersabar, berdoa dan terus mensuport anak dengan keteguhan pula, karena memang Gontor didirikan untuk mencetak generasi PEJUANG bukan PECUNDANG
Alhamdulillah 🤲🏻 semoga ananda dan kami orang tua selalu diberi keistiqomaan,keikhlasan dan kesabaran selalu, aamiin
BalasHapusSipp
BalasHapusSaya yakin dan percaya.
BalasHapusSebuah ,pendidikan semestinya memberikan arah perubahan yg jelas bagi siswa/siswinya. jika memang nilai bukanlah hal penting , knp musti ada skill passport. Pentingnya apa nilai. Bahkan buat penulis blog ini sendiri gelar dipasang ... Ada dikotomi sepertinya antara kepentingan siswa / santri dan teknis , metode , mungkin strategi. Standar ganda yg digunakan saya yakin tidak berkorelasi dg metode yang digunakan harapan kami Gontor ada evaluasi mengenai hal ini. Siapa orang tua yg tidak ingin anak2 nya menguasai keilmuan yg bermanfaat. Sehingga mereka bisa berkarya kelak. Baik yg bergelar LC, DR. Bahkan sekalipun gelarnya Ndak ada. Memiliki kesetaraan ijazah,pengakuan dsb. Bukankah ini merupakan bagian dari tujuan pendidikan itu sendiri.
BalasHapusAku..
BalasHapusSalah satu wali santri Gontor yang mana merasakan kesedihan yang mendalam
Saat perpulangan setelah 1thn belajar dan tidak ada mudifah Krn coro**, menyiapkan berbagai kebutuhan untuk kembali ke pondok dengan penuh semangat dan tiba" pengumuman hasil ujian dinyatakan tidak naik kelas
Seketika itu juga airmata tidak bisa dibendung lagi dan tidak mau lagi balpon
Orang tua pasti ikut sedih
Apalagi sudah jalan 3thn dan banyak banget perjuangan dan pengorbanan
Dan tidak hanya saya, pasti banyak lagi wali santri Gontor yang merasakan sama seperti saya
Semoga anak" yang tidak naik kelas dan ga balik pondok diberikan kesuksesan dunia akhirat
Saya tahu perjuanganmu tidak mudah
Tetap semangat💪🏻
Bismillah 🤲🏻