Hari ini, 12 Juni 2022 akan ada seremonial pembukaaan khutbatul Arsy di Gontor Pusat Ponorogo dan akan dikuti oleh pondok-pondok cabang dimanapun berada.Jika ada upacara barisan apa lagi jika ada pawai, walaupun itu cukup internal dan sederhana, akan tetapi hakikatnya ia sangat identik dengan pawai karnaval kebangsaan ultah 17 agustusan.
Pondok dalam hal ini berupaya menunjukan rasa syukurnya terhadap segala potensi yang ada dan itu ditampilkan, dimeriahkan.Apa yang dipamerkan saat upacara pembukaaan pekan perkenalan itu sebetulnya perlu difahami menjadi modal aset kekayaan, karya dan kreatifitas seluruh penduduk pondok untuk terus digali dan dikembangkan.
Sebagaiamana memaknai hakikat kemerdekaan, bukanlah hal tsb hanya milik kita dalam hidup berbangsa dan bertanah air, namun lebih mudah lebih bebas memaknai kemerdekaan saat kita menyadari potensi yang kita miliki dalam mengelola hidup dan kehidupan pendidikan swasta murni di pesantren.
Kita mengenal dalam sejarah bahwa para ulama penentang imprealisme, seperti Pangeran Diponegoro, kyai Mojo, Imam Bonjol, Teuku Umar dll semuanya bangkit dari doktrin pesantren atau surau surau kecil tempat mereka mendidik para santri.Semuanya hampir berkawah diakar rumput atau di pelosok pedesaan.
Dulu di Iran ada tokoh legendaris, mampu memimpin revolusi tanpa pertumpahan darah, seorang ulama Imam Khomeini berhasil menumbangkan kekuasaan tirani presiden Reza Pahlevi, juga berangkat dari halaqoh atau kajian kajian kecil di pesantren Qum, di sebuah desa terpencil.
Maka pada hakikatnya antara pesantren dan imperalisme, keduanya merupakan kutub yang sangat tajam dan tak pernah ada titik temu untuk komproni di segi manapun.Pesantren merupakan symbol kemerdekaan, sementara imperialism atau penjajahan berupaya meninabobokan atau memandulkan kreatifitas manusia.
Sekilas mungkin ada hikmaknya bagi bangsa kita ini yang dulu dijajah Belanda dan Jepang, kita dapat warisan seperti ada rel kereta membentang di sepanjang pulau jawa.Namun yang harus kita prihatinkan bersama yakni dulu kakek kakek kita dipaksa dengan istilah romusa, dan zaman itu berlanjut dengan kondisi sekarang bangsa kita kehilangan daya kreatifitasnya, dimana mereka lebih nyaman didikte atau disetir bangsa lain.Lebih suka dipaksa sadar dari pada bangkit dengan upaya memahami kemampuan diri.
Maka symbol penting bagi pendidikan pesantren adalah berdikari, yakni mampu berdualat dengan mental SDM sebagai modal utamanya,hidup bersama dan terdidik dan terus diarahkan menggali sumber daya yang ada, termasuk sumber daya alam dan lingkungan untuk dikembangkan.
Kita punya jiwa sederhana.Sederhana bukan berarti menyerah, bukan dimaknai hidup miskin, akan tetapi sederhana bermakna mampu berdiri serius dengan kepala tegak, menatap optimis masa depan dengan segala potensi yang dimiliki.
Itulah makna syukur, yang secara harfiyah syukur artinya membuka dan mengembangkan.Dan Allah berjanji jika kita pandai bersyukur, maka nikmat akan ditambah.
Namun jika kita kufur yang secara harfiyah artinya menutup (cover) maka hidup kita akan tersiksa.
Mari dengan ini kita terus gali seluas luasnya potensi pesantren, demi kejayaan amanah pertama manusia turun di bumi untuk menjadi kholifah.Kita semua seharusnya bermental fa'il bukan maf'ul, kita semua adalah subjek bukan objek, kita semua siap menjadi produsen bukan konsumen.
Pak kyai Hasan pimpinan pondok modern Gontor jika ada tamu datang dan bertanya "pak yai maaf di Gontor ada apa saja ?" beliau menjawab dan menyatakan pertanyaan anda salah, perlu diralat yang benar adalah " di Gontor yang tidak ada itu apa ? ".
Selamat menyambut acara yang sangat sakral, acara khutbatul Arsy di Pondok Modern Darussalam Gontor .Mari kita maknai bersama agenda khutbatul Arsy sebagai upaya menatap masa depan kawah peradaban pesantren yang benar benar anti penjajahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar