Sahabat Shigor, kira-kira pada tahun berapa yaa Gontor mulai mengenal komputer? Yuk simak kisah menariknya 🫣Dikisahkan dari KH. Shofwan Manaf (Pondok Pesantren Darunnajah).
Jadi saat itu, sekitar tahun 1987, Ustadz Syukri membeli sebuah komputer. Itu adalah komputer pertama yang ada di Gontor. Saking bersejarahnya peristiwa itu, komputer datang dengan disambut pagar betis.
Komputer lalu diletakkan di Kantor Pimpinan. Lalu saat itu Ustadz Syukri memanggil Ust Ahmad Suharto, yang saat itu adalah Sekretaris Pimpinan (saat ini wakil pengasuh Gontor Kampus Putri 1), dan juga saya untuk mempelajari komputer tersebut.
Saat itu kamar saya masih di Dewan Mahasiswa. Namun tidak lama berselang, tugas saya dipindahkan ke sekretaris pimpinan.
Kami sendiri sebenarnya bukan seorang ahli dalam bidang komputer. Namun karena terpaksa, akhirnya kami mempelajari komputer itu dengan sungguh-sungguh.
Pernah suatu saat saya mencoba memasukkan disket ke dalam komputer, namun berkali-kali gagal. Akhirnya saya coba bertanya kesana-kemari, alhamdulillah saya mendapat jawaban bahwa disket itu harus di-format dulu baru bisa dipakai.
Karena terpaksa, untuk menyelesaikan tugas pondok, akhirnya jadi bisa.
Karena melihat manfaat yang bisa didapat dari komputer sangat luas, kami sempat berinisiatif untuk mengajukan pembelian komputer kepada pimpinan pondok. Namun sayang, pengajuan itu selalu ditolak. Sepertinya Pimpinan menguji kami untuk menguasai komputer lebih dalam lagi sebelum membeli tambahan komputer.
Kisah selanjutnya, membeli 10 komputer berikutnya.
Setelah rentang waktu cukup panjang, suatu hari Ustadz Syukri memanggil kami dan berkata, “Sekarang kamu pergi beli 10 komputer dan sebuah AC!”
Kami begitu senang dengan instruksi itu. Tanpa pikir panjang, tidak selang berapa lama kami berangkat ke Surabaya untuk membeli apa yang beliau instruksikan tersebut.
Setelah membeli, kami baru berpikir, “Bagaimana cara membawa komputer yang sekian banyak ini? Belum lagi AC-nya yang kapasitas 2 PK?!”
Kami belum berpikir tentang travel ataupun metode pengiriman lainnya waktu itu. Jadi satu-satunya yang ada dalam pikiran kami adalah membawa semua komputer dan AC itu dengan bus. Bisa dibayangkan betapa besarnya monitor komputer pada saat itu.
Akhirnya kami tidak bisa membawa peralatan itu sekali jalan.
Kini komputer lengkap dan ruangan ber-AC.
Sebuah ruangan di pondok digunakan sebagai laboratorium komputer. Yaitu ruang sisi depan di Gedung Saudi Lt 2 Bagian Timur. Itu menjadi ruang pertama di Gontor yang menggunakan AC.
Saat itu, untuk pemasangan AC-nya, kami meminta bantuan kepada Alm. KH Abdullah Mahmud untuk mengirimkan tukang dari bagian pembagunan.
Ruangan itu menggunakan karpet dan meja komputer. Di sana kami bersama Ust. Suharto dan juga Alm. Ustadz Saifurrahman Nawawi diberi amanat untuk mengajar komputer untuk asatidz lainnya yang belum mengerti komputer.
Pertanyaan kembali hadir pada kami, “Apa yang harus kami ajarkan?! Sedangkan kami sendiri belum menguasai banyak tentang komputer.”
Akhirnya kami harus membeli berbagai buku komputer. Setiap hari kami pelajari dan besoknya kami ajarkan. Begitu seterusnya sehingga lama-lama kami menguasai juga.
Di antara asatidz yang ikut belajar komputer itu ada Al-Ustadz KH Imam Badri, yang dengan semangatnya ikut mempelajari komputer.
Dan kursus itu ada ujiannya.
Al-Ustadz KH Imam Badri tidak suka jika ada ustadz yang tidak mau diuji kemampuan komputernya. Beliau berpesan “Jangan jadi Napoleon baru,” yang maksudnya, jangan jadi Pahlawan yang tidak berani menghadapi ujian.
Hikmah dari Kisah Komputer Pertama ini adalah :
1. Jika kita melakukan suatu tugas dengan benar, maka kita sendirilah yang akan mendapatkan manfaatnya.
2. Wujud yang kita lihat adalah tugas untuk mempelajari ini dan itu, atau untuk mengajarkan ini dan itu. Pada hakekatnya sebenarnya, kita yang akan beruntung dari tugas itu.
KH Imam Zarkasyi sering berpesan, “Sebesar keinsyafanmu, sebesar itu pulalah keuntunganmu.”
Sumber: https://www.google.com/amp/unida.gontor.ac.id/kisah-komputer-pertama-di-gontor-disambut-pagar-betis/amp/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar