Memberi dan Menerima

KH. Imam Zarkasyi (w.1985) pernah bercerita:


Pada suatu ketika, saat hari Jumat, saya mendengarkan radio. Sesudah khutbah Jumat ada sebuah pidato.  Di antara isinya, 

“Kalau ada orang memberi, jangan dikira yang menerima saja yang bersyukur. Orang yang memberi itu akan lebih bersyukur daripada orang yang menerima.” 


Ini cocok betul dengan pendirian saya. Saya tunggu siaran radio itu hingga selesai. Akhirnya, ternyata yang berpidato itu murid saya, yaitu Baasil dari Solo.


Jadi, apa yang ada pada kami dimengerti oleh dia, sampai dibawa pulang dan diberikan kepada orang lain. Saya bersyukur. Artinya, murid saya mengerti. Pengertian yang kami tanam itu hidup dan tumbuh. 


Kami ingin kamu sekalian mengerti ini. Pengertian seperti ini tidaklah mudah. Mungkin anak saya sendiri bisa kurang mengerti. Anak Pak Sahal bisa saja kurang mengerti. Tapi orang lain bisa lebih mengerti. Maka ini sangatlah mahal.


Pengertian ini haruslah kamu miliki. Ada sebabnya Pak Sahal dan saya berpikir, “Apa saja kepentingan untuk pondok diikhlaskan, diberikan.” Ini sebabnya masalah berkah.


Kalau kami memberi, kami yakin bahwa kami pasti akan mendapatkan berkah, pahala di dunia dan di akhirat. Dan kami akan mendapatkan gantinya yang lebih baik daripada apa yang telah kami berikan. Kami yakin dengan seyakin-yakinnya di dunia dan di akhirat.


Kalau kami ikut berjuang untuk desa ini, untuk masjid, untuk pondok ini, saya yakin anak-anak saya, cucu-cucu saya akan mendapatkan berkah dari amal kami itu semua. Inilah arti beramal.


Orang yang tidak mengerti arti ikhlas, sulit untuk berbicara dengan mereka, karena tidak satu bahasa. Bahasa ini harus dimengerti.


Disarikan dari rekaman suara pak Zar.

Ahmad Ghozali Fadli - Sekum PP FMAG

Tidak ada komentar:

Posting Komentar