Gontor Sekolah Kepemimpinan

By oky rachmatulloh - Mungkin ada di antara kita yang bertanya-tanya, sekolah macam apa Gontor itu. Hampir di semua organisasi, pasti ada alumninya yang jadi pempimipin. 

Dari organisasi mahasiswa, sampai organisasi masa, semua ada alumni Gontornya. Dari partai loreng sampai partai batik bisa dipastikan ada anak Gontornya. 

Sepertinya jiwa kepemimpinan sudah mendarah daging pada dirinya, sehingga itu dia butuh wadah. Dia butuh penyaluran, ya organisasi-lah yang jadi wadahnya. Kalau tidak ada organisasi? Ya bikin sendiri organisasi, dia hidup-hidupi sendiri, dia mekarkan sendiri, yang penting berguna bagi masyaraktanya, dan jiwa kepemimpinannya tersalurkan.

Sekolah di mana mereka-mereka ini? Di Kulliyatul Mualimin Al-Islamiyah (Persemaian Guru-Guru Islam). Lha sekolah Guru kok jiwa kepemimpinannya besar? Karena KH. Syukri Zakrasyi pernah Berkata :

Tidak semua pemimpin itu mampu mendidik, tapi setiap pendidik pasti pemimpin

Jadi sekolah di Gontor adalah sekolah kepemimpinan, sekolah Guru yang memang dipersiapkan menjadi pemimpin di masa yang akan datang. 

Di sini dididik ikhlas bekerja, bisar kelak tidak silau terhadap Godaan dunia dan isinya. Di sana dididik kesederhanaan, agara mampu mendidik dan memimpin dengan penuh ketauladanan. Di sana dididik kemandirian, agar tidak jadi pendidik dan pemimpin yang hanya bisa mengekor, ikutan tradisi dan budaya lain tempat, lalu latah menirunya di masyarakat Indoenesia. 

Kami ditempa ukhuwah kami, agar di manapun tempat kami bernaung, Allah di junjung tinggi dalam tali persaudaraan kami dengan sesama. Kebebasan yang beradab diletakkan di kepala kami, sehingga kami tahu kapan kami bisa berfikir bebas, kapan kami memang harus berbatas. Di mana kami dapatkan itu semua? Kulliyatul Muallimin Al-Islamiyah tempatnya.

Di sini kami didoktrin, bahwa Guru itu adalah pimpinan yang harus tahu hampir segalanya. Kami dilarang berfikir sektoral, meskipun memang ada beban khusus ketika kami mengajar. KH. Syukri Zarkasyi tegas mengatakan :

Guru jangan punya mental seperti Manten Anyar (pengantin baru), hanya madu disowani (dikunjungi). Guru harus paham bagaimana kondisi muridnya, keadaan kelasnya, alat-alat apa yang harus dibawa, bahasanya seperti apa, menyampaikannya harus bagaimana, bertindaknya harus seperti apa? Masalahnya apa? Solusinya seperti apa? Ini Guru harus tahu dan mengerti. Guru harus menguasai masalah...

Lebih lanjut dan tegas beliau berkata...

Direktur KMI (Bagian pengajaran di Gontor) harus tahu muridnya berapa, yang sakit berapa, yang di Bakes berapa? Yang di BKSM berapa? Yang di rumah sakit berapa? Harus paham data dan paham materi. Kemarin ada staff KMI saya tanya, jumlah papan tulis di gedung Yaqdzah itu berapa? Mereka bilang tidak tahu..Langsung saya marahi saya suruh hitung, masa staff KMI ditanya papan tulis berapa tidak tahu?? Maka saya suruh menghitung, jumlah papan tulis, jumlah jendela, itu yang rusak berapa? Yang bisa diperbaiki berapa? Yang minta diganti berapa...

Bagian pengasuhan itu, kemarin saya tanya jumlah kran air di masjid berapa? Yang bisa digunakan berapa? Lalu saya suruh mereka menghitung waktu yang diperlukan para santri itu untuk wudlu berapa menit. Ternyata setelah dihitung, mereka terkejut karena waktunya ternyata kurang. Seandainya saja 10% dari para santri ini batal wudlunya, mereka tidak bisa ambil wudlu dengan cepat, karena kurangnya waktu. Lha kalau mereka sholat ga pakai wudlu, ini apa pegasuhan mau menangung dosanya? Maka besoknya saya tambahi keran air untuk wudlu, dan saya minta pengasuhan memperpanjang waktu wudlu mereka”

Coba kita lihat, betapa seriusnya Gontor mendidik para Guru ini. Mengajar para pendidik ini. Mereka diperbantukan di pos-pos Induk koperasi Gontor. Biar mereka faham kerjaan mereka dan bisa membagi waktu dengan proporsi semestinya. Mereka belajar sambil mengajar. Mereka mendidik sambil dididik. Mereka memecahkan masalah santri, sambil memecahakan masalah mereka sendiri. Inilah wadah tempaan itu. Para santri dimarahi, diarahkan, dibentak, disakah-salahkan, untuk memberi tahu mereka, bahwa kelak di masyarakat, kesalahan yang kita lakukan akan dibalas kejam. Maka tertempalah jiwa dan hati kami sebagai pendidik sekaligus pemimpin pada jiwa santri-santri Gontor itu. Dan mereka akan terus mencari organisasi yang bisa mewadahi mereka. Karena memang jiwa para santri itu jiwa pendidik dan sekaligus pemimpin.

Gontor memang bukan sekolah biasa, dia sekolah pempimpin dan pendidik bangsa.. dimana pun dia berada..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar